Senin, 19 April 2021

Keutamaan Membaca Basmallah (Cerita 1)

Alkisah, ada seorang ulama salih yang telah dicoba Allah sakit keras. Ulama itu sudah berobat ke mana-mana sehingga para dokter tidak sanggup mengobati penyakitnya. 

Akhirnya dengan rasa putus asa untuk berobat ke dokter, ulama tadi menyerahkan penyakitnya kepada Allah dengan banyak melafalkan bacaan basmallah tanpa terhitung jumlahnya. 

Biidznillah dengan bacaan basmallah tersebut, penyakit ulama tadi lenyap tanpa tersisa sedikitpun. Hal ini lantaran berkahnya bismillah muncul saat banyak disebut.

Dalam kitab Risalatul Hidayah, yang dikarang oleh KH. Abdul Hadi Thasin, disebutkan bahwa siapa yang membaca "bismillahirrohmanirrohim" 786x dengan terus menerus, maka maksud dan tujuannya akan tercapai biidznillah. 

- siapa membaca "bismillahirrohmanirrohim" 76x ditiupkan kepada air lalu diminumkan kepada anak yang bodoh, insya Allah jadi pintar dan terang hatinya. 

- siapa membaca "bismillahirrohmanirrohim" 1511x yang dibaca pada tengah malam, insya Allah hasil maksud dan cita-citanya yang besar. Jika ditujukan kepada musuh-musuh, masa mereka akan binasa. 


Semoga bermanfaat.



Apa Perbedaan Fardhu 'Ain dengan Fardhu Kifayah

 Halo para sahabat. Dalam kesempatan ini kita akan bahas perbedaan fardhu 'ain dan fardhu kifayah. 

Fardhu 'ain = kewajiban yang harus dilaksanakan bagi "setiap" muslim dan Apabila tidak mengerjakan ia berdosa. Contoh = shalat 5 waktu, puasa ramadhan, zakat, dll

Fardhu kifayah = kewajiban bagi sebagian orang Islam atau perwakilan orang minimal satu orang apabila belum ada yang mengerjakan, maka seluruh orang Islam akan berdosa. Tetapi apabila sudah ada yang mengerjakan walaupun satu orang. Maka semuanya selamat dari dosa. Contoh: shalat jenazah, belajar ilmu nahwu, mempelajari ilmu waris, dll.


Apa hukumnya puasa ramadhan?

 Halo para sahabat, dalam kesempatan ini saya akan bahas hukum puasa ramadhan bagi setiap orang Islam. 

Hukum puasa ramadhan

Hukum puasa ramadhan adalah = Fardhu 'Ain

Dasar Hukum Puasa Ramadhan

Dasar hukum puasa ramadhan terdapat dalam suratAl Baqarah ayat ke-183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Di ayat ini, Allah SWT menyeru kepada umat Islam yang beriman untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Dan Tujuan diwajibkan puasa ramadhan ramadhan adalah "supaya orang Islam dapat mencapai ketaqwaan".












Mengapa jumlah rakaat shalat tarawih berbeda-beda? Tak perlu heran. Simak penjelasan berikut.

 


Sholat tarawih merupakan amalan sunnah di malam bulan ramadhan. Sholat tarawih dikerjakan setelah melaksanakan sholat isya'. Sholat tarawih bisa dikerjakan sendiri-sendiri maupun berjamaah. 

Biasanya di masyarakat ada yang masih bingung dengan perbedaan jumlah rakaat sholat tarawih. Sebaiknya Anda tidak perlu bingung menyikapi perbedaan jumlah sholat tawarih tersebut. Perbedaan jumlah rakaat itu sudah ada sejak lama. Dan masing-masing memiliki dasar yang kuat.

Awal pemahaman akan adanya shalat tarawih di bulan Ramadhan ini adalah bentuk riil dari hadits Nabi: 

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa bangun (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Istilah tarawih sendiri belum ada pada masa Nabi. Nabi hanya mencontohkan shalat malam yang beliau lakukan selama Ramadhan. Baru belakangan di masa Khalifah Umar bin Khattab, shalat di malam hari Ramadhan ini disebut tarawih, dan mulai diselenggarakan secara berjamaah.


Beberapa imam fiqih misalnya Imam Malik bin Anas pada salah satu pendapatnya, kemudian Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan begitu pula Dawud azh Zhahiri, memilih untuk tarawih dengan 20 rakaat. Ada juga pendapat yang menyatakan tarawih itu sejumlah 36 rakaat, meski tidak populer.

Imam Ibnu Qudamah mencatat dalam al-Mughni bahwa sebab perbedaan ini adalah dasar hadits dan riwayat sahabat yang digunakan. Imam Malik bin Anas, sebagaimana ulama lain, menggunakan riwayat dari Yazid bin Ruman yang mauquf atau disandarkan pada perilaku sahabat, bahwa orang-orang sembahyang tarawih pada masa Umar bin Khattab dengan dua puluh rakaat, diimami sahabat Ubay bin Ka’ab.


Hal ini berbeda dengan keterangan yang disampaikan salah satu ahli hadits generasi awal, yaitu Abu Bakar bin Abi Syaibah, yang juga guru Imam Malik. Ia menyebutkan menemui orang-orang di Madinah shalat sebanyak 36 rakaat.

Kalangan yang berpendapat bahwa tarawih dilakukan delapan rakaat menyandarkan pada hadits berikut:

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ -رضي الله عنها-: كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي رَمَضَانَ؟ قَالَتْ: مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً: يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ قَالَ: تَنَامُ عَيْنِي وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia pernah bertanya kepada Aisyah: “Bagaimana shalat Nabi Muhammad di bulan Ramadhan?”

Aisyah menjawab,“Beliau tak menambah pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat: shalat empat rakaat, yang betapa bagus dan lama, lantas shalat empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Aku pun pernah bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum menunaikan shalat witir? Beliau menjawab: “mataku tidur, tapi hatiku tidak.”


Hadits ini yang menjadi dasar kalangan yang bertarawih dengan delapan rakaat – plus tiga rakaat witir. Kendati demikian, hadits di atas oleh banyak ulama dinilai sebagai hadits yang berkaitan dengan jumlah rakaat dan tata cara witir, bukan tarawih.

Dengan begitu, jumlah rakaat tarawih tidak ada batasan jumlah rakaat, baik shalat malam maupun shalat tarawih (kalau dianggap berbeda dengan shalat malam). Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani menulis berbagai pendapat tentang jumlah rakaat shalat tarawih, yakni 11, 13, 21,23, 24,26 (tanpa witir), 33, 36,39 ,41,47 rakaat.

Perbedaan yang ada adalah dalam rangka meringankan. Jadi pembahasan jumlah rakaat kaitannya dengan kualitas bacaan shalatnya. Ibnu Hajar berkata, Perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih mucul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan bacaan-bacaan yang panjang, makaberakibat pada sedikitnya jumlah rakaat; dan demikian sebaliknya.

Jadi keseluruhan pendapat tentang jumlah rakaat shalat tarawih itu tidak ada yang salah. Pilih saja mana yang kiranya lebih sesuai dan lebih memungkinkan bagi kita untuk melaksanakannya dengan khusyuk. Allahu a’lam.